Oleh
: Putri Jennia Fasa, @putrijennia (Instagram)
Keinginan
untuk mendaki Semeru sudah ada sejak tahun 2010. Tapi, Allah baru menjodohkan
dan mengabulkan keinginanku, akhir 2018 kemarin. Tepatnya, 24 Desember 2018 aku
berhasil menapakkan kaki di Mahameru, puncak tertinggi Pulau Jawa itu.
Setelah
melewati beberapa kegagalan. Seharusnya, mimpi itu diwujudkan bersama
sahabat-sahabatku dulu yang memiliki mimpi sama. Tapi ternyata kami tidak
berjodoh bersama. Baru Nuansa, aku dan Dwi yang berkesempatan sampai ke Semeru.
Kemana
saja selama 8 tahun penantian? Ada. Kami menjalani kehidupan normal yang
seharusnya. Menata masa depan, sambil tetap menjaga mimpi kami untuk mendaki
Semeru. Aku percaya, bahwa suatu saat aku bisa mewujudkan mimpi itu. Walaupun
dalam perjalanannya, semangat mewujudkan mimpi ini mengalami pasang surut.
Ketika semangat menurun, aku kembali mengingat perjuangan tahun 2010 ketika
semangat menggebu untuk pergi ke Semeru. Aku kebut skripsiku, demi bisa pergi
ke Semeru. Semeru, adalah penyemangat utamaku saat itu. Masih ingat rasanya,
tengah malam aku mengerjakan bab 4 skripsi, ditemani hanya satu lagu yang
puluhan kali berputar. Mahameru – Dewa 19.
Sekeras
apapun kamu berusaha, serapi apapun kamu berencana, jika Allah belum
memgijinkan, maka itu semua tidak akan terjadi. Padahal, izin orang tua sudah
kudapat saat itu. Itinerary perjalanan, sudah tersusun saat itu bersama
sahabat-sahabatku. Aku dan Dwi, terlambat sidang skripsi satu minggu. Itu
berimbas pada jadwal pendakian Gunung Semeru. Gunung Semeru keburu tutup. Ah
... jangan tanyakan lagi perasaan kami saat itu. Tidak karuan rasanya.
“ketika mimpimu,
yang begitu indah, tak pernah terwujud ... ya sudahlah”
Lagunya
Bondan Prakoso yang saat itu memang sedang hits, menggeser playlist lagu
mahameruku.
Mahameru ga akan
kemana ....
Hanya
itu kalimat penghibur kami dulu.
***
12
januari 2013 aku dan Nuansa, menikah. Nuansa adalah salah satu sahabatku yang
memiliki keinginan sama untuk mendaki Gunung Semeru, juga pasukan gagal tahun
2010 lalu. Dia teman satu kelas kuliahku dulu. Entah mengapa aku bisa berjodoh
dengan dia, sebelumnya tidak terpikirkan sama sekali. Kita baru suka-sukaan
justru setelah lulus kuliah hehe.
Saat
itu impian ke Semeru belum bisa diwujudkan juga. Entah waktunya belum ada, atau
rejekinya yang belum menghampiri. Untuk mengobati kerinduan, Juni 2013 aku dan
Nuansa mendaki Gunung Ceremai, yang relatif dekat dengan rumah kami, di
Cirebon.
Kemudian,
8 Januari 2014 aku, Nuansa, Dwi dan Taufik, pasukan Semeru gagal tahun 2010,
kembali merencanakan pendakian ke Gunung Semeru. Semuanya sudah dipersiapkan,
tidak berbeda dengan persiapan sewaktu tahun 2010 lalu. Unfortunately, 5 Januari 2014 Gunung Semeru ditutup. Kembali kami
kubur impian untuk mendaki Semeru.
Semenjak
itu, sepertinya keinginan Taufik untuk mendaki Semeru sudah mulai surut.
Menyusul Ganjar, Ilyas, Uji dan Abie sahabat kami lainnya, pasukan Semeru gagal
2010 yang sudah surut dari semenjak kegagalan di 2010. Entahlah, dengan mereka
kami sudah tidak membahas tentang Semeru lagi.
Tinggal
aku, Nuansa dan Dwi yang masih menggebu ingin ke Semeru. Keinginan ini, bukan
karena film 5 cm yang sempat hits itu. Keinginan ini sudah ada sejak 2010,
sedangkan film 5 cm, baru tayang di tahun 2012. Didasarkan karena kami sangat
suka alam. Apalagi, latar belakang kami adalah geografi yang sudah tidak asing
dengan lapangan. Di tahun 2010 itu, kami menemukan novel 5 cm, makin menggebu
lah keinginan kami untuk mendaki Semeru.
Setelah
gagal berangkat di tahun 2014, kami tidak pernah merencanakan lagi untuk pergi
ke Semeru bersama. Apalagi kesibukan ini itu, yang untuk bertemu satu sama lain
pun, susah sekali rasanya.
Sampai
tiba Agustus 2018 kemarin. Nuansa menyelesaikan pendidikan S3 nya tepat waktu.
Setelah melalui perjuangan-perjuangan melelahkan. Sebelumnya, kutawari dia
untuk sejenak merefresh otak, pergi
sendiri, naik gunung mana saja yang dia mau kecuali Semeru. Ya, kecuali Semeru.
Rasanya, iri kalu dia sampai naik Semeru sendirian. Karena itu rencana kami
bersama. Akhirnya dia memutuskan untuk mendaki gunung Rinjani. Semua sudah
direncanakan sedemikian rupa. Sematang mungkin, hingga pada akhirnya ada kabar
kalau Gunung Rinjani terkena dampak gempa bumi. Semua jalur Rinjani rusak.
Gunung Rinjani ditutup sampai batas waktu yang belum ditentukan. Nuansa sangat
kecewa, gawat, dia belum melalui sidang terbuka. Jangan sampai konsentrasinya
buyar gara-gara ini.
Tiba-tiba,
rasa rela dan ikhlas datang begitu saja. Tanpa tanya, tanpa mengapa. Kusarankan
Nuansa untuk mendaki Gunung Semeru saja. Kenapa Semeru?! Karena aku tahu dia
sangat ingin, tetapi masih menimbang perasaanku. Tak apa. Siapa saja yang
berkesempatan lebih dahulu, silahkan pergi.
6
September 2018, Nuansa mendaki Gunung Semeru. Satu-satu impiannya tercapai.
Lalu, apa timbal balik untukku? Ya Gunung Semeru juga. Setelah sebelumnya
diskusi panjang mencari tanggal yang tepat, akhirnya 22 Desember 2018, semeru
untukku. Aku sangat senang walaupun saat itu baru awal September, menunggu
sampai akhir Desember bukanlah perkara yang sulit jika dibandingkan dengan 8
tahun menanti kesempatan untuk bisa mewujudkan mimpi.
***
22
– 25 Desember 2018 akhirnya aku mendaki Gunung Semeru. Bersama Dwi, sahabatku
yang masih menggenggam mimpi selama itu untuk mendaki Gunung Semeru. Penantian
lama akhirnya terwujud. Jangan tanyakan perasaanku saat itu. Aku sangat senang
sekaligus sedih karena untuk pertama kalinya aku meninggalkan anakku yang
berusia 4 tahun, selama itu dan sejauh itu. Aku seorang ibu rumah tangga, ibu
yang 24 jam selalu bersama anaknya. Sebelumnya, aku tidak pernah menitipkan
anakku pada siapapun, apalagi untuk hal yang sifatnya tidak urgent. Tapi untuk kali ini, dengan
dorongan dan semangat dari Nuansa suamiku, yang meyakinkan aku untuk semangat
memperjuangkan mimpi, aku ikhlas menitipkan anakku yang tak pernah aku
tinggalkan sedetik pun. Aku titipkan pada ayahnya, aku percayakan semua pada
ayahnya.
|
Stasiun Cirebon Prujakan |
22
Desember 2018, jam 8 pagi di Stasiun Malang adalah meeting point tim Tigadewa Adventure. Tim Opentrip yang kami ikuti
untuk pendakian Semeru ini. Bertemu dengan pendaki lainnya dari berbagai
daerah. Aku senang, rasanya sudah lama sekali tidak bertemu dengan orang-orang
baru. Dari stasiun Malang kami menuju Basecamp di daerah Poncokusumo dengan
menggunakan angkot. Di Basecamp, kami bersih-bersih, makan lalu packing ulang
sebelum berangkat menuju Ranupani. Sekitar pukul 14.00 kami tiba di Ranupani,
menunggu tim mengurus simaksi, lalu ikut briefing.
Pukul 15.30 kami memulai pendakian menuju Ranukumbolo. Agak kaget ketika track pendakian menanjak terus, lumayan
kerepotan. Apalagi saat itu ditemani hujan yang rintik-rintik tapi cukup
membasahi. Ditambah Dwi, sangat ingin buang air kecil sedangkan di track saat itu tidak ada tempat yang
memungkinkan. Alhasil, Dwi menahan buang air kecil sampai dia merasa kesakitan.
Untung, ada teman pendaki lain yang menawarkan bantuan, dibukanya flysheet miliknya, untuk menutupi tempat
agar Dwi bisa buang air kecil. Alhamdulillah ... masih ada orang baik yang rela
membantu, tak masalah walaupun dia laki-laki.
|
area Bromo |
Drama
perjalanan antara aku dan Dwi ada di sini, antara Ranupani – Ranukumbolo. Pada
akhirnya, para pendaki berjalan terpisah-pisah walaupun awalnya kami jalan
bersama. Kecepatan jalan, lamanya istirahat dan banyaknya poto yang diambil
mempengaruhi itu semua. Aku dan Dwi jalan berdua. Jarak antara pendaki yang
berada di depan dan di belakang kami cukup jauh. Saat itu hari sudah mulai
gelap, hujan yang sedari tadi bukannya berhenti malah semakin deras. Sepanjang
perjalanan itu kami banyak berdoa, semoga kami tidak bertemu macan. Rasanya
perjalanan ini panjang sekali. Celana dan sepatu kami sudah basah kuyup. Jas
hujan hanya menutupi bagian atas tubuh kami. Bagaimanapun kami berusaha agar sepatu
kami tidak basah, pada akhirnya tetap basah karena hujan semakin deras,
ditambah banyak kubangan air yang tak sengaja kami injak karena gelap tak
terlihat. Saat itu, Dwi mulai pusing, pucat, banyak berhenti, perutnya sakit
akibat menahan buang air kecil tadi. Aku takut, jika Dwi pingsan di sini, aku
tak bisa berbuat apa-apa. Yang bisa kulakukan saat itu adalah terus
menyemangati Dwi agar kuat, memintanya untuk tetap fokus karena berkali-kali
aku panggil nama dia, tak kunjung ada jawaban. Tak sekali dua kali aku
mengingatkannya agar menyahut jika kupanggil dengan suara tinggi. Bukan
apa-apa, aku takut Dwi pingsan saat itu. Sebelum pos 3, kami mendengar suara
seperti ada yang terperosok tapi keras sekali. Kaget bukan main, entah kenapa
kami yakin, itu adalah macan. Dengan keadaan kedinginan, lapar, kelelahan kami
memaksakan diri bergegas agar cepat bertemu dengan pendaki lainnya.
Akhirnya
kami sampai di pos 3, di sana banyak sekali pendaki yang beristirahat dan
berhenti karena hujan semakin deras. Ada pendaki yang terkena hipotermia di
sana. Dwi tersadar ternyata masih ada yang lebih parah dari dia. Dari situ dia
lebih bersemangat meneruskan perjalanan. Kami tidak ingin berjalan hanya berdua
lagi, kami meminta Mas Bendot, guide sekaligus porter untuk tetap berjalan
bersama kami. Satu jam kemudian, kami sampai di Ranukumbolo, waktu sudah
menunjukkan pukul 9 malam.
|
Ranukumbolo |
23
Desember 2018, Ranukumbolo. Kami baru bisa menikmati keindahan Ranukumbolo di
pagi hari, karena semalam memang tidak terlihat apa-apa, ditambah hujan deras,
kami langsung masuk tenda, makan lalu tidur. Pagi hari aku dan Dwi menyusuri
tepi kiri Ranukumbolo, mengambil beberapa poto, menikmati udaranya dan masih
tidak percaya pagi ini kami baik-baik saja berada di tempat yang selama ini
kami impikan. Pukul 10 pagi, kami berangkat menuju Kalimati. Track kali ini santai menurutku jika
dibandingkan perjalanan semalam yang menegangkan. Kita hanya dikagetkan dengan
Tanjakan Cinta untuk keluar dari Ranukumbolo menuju Oro-oro Ombo. Pukul 3 sore
aku dan Dwi sampai di Kalimati. Seharusnya, kita bisa sampai pukul 2, tapi
karena kita berjalan lambat, dan lagi karena Dwi makin merasakan sakit pada
perutnya. Aku mengkhawatirkan Dwi. Dwi sepertinya paham kegelisahanku. Di
Jambangan, Dwi bilang padakau seandainya dia tidak bisa ikut summit nanti dini hari, aku harus tetap summit. Aku bingung. Bukan ini yang
kumau, aku ingin summit bersama Dwi. Apa
nanti kata teman-teman yang lain jika tahu aku memaksakan summit sendiri? Apa aku egois?. Dwi menenangkanku. Akhirnya, dia
memutuskan untuk tetap tinggal di Kalimati, tidak ikut summit. Aku bukannya tidak melakukan apa-apa. Menyemangati Dwi
sudah kulakukan, agar dia bisa menguatkan diri. Tapi kami juga tidak ingin
memaksakan diri, tidak akan mengambil resiko yang akan membahayakan diri.
Dengan lapang dada, jiwa besar, Dwi tetap mendorong dan menyemangatiku untuk
lanjut menuju Mahameru, walaupun tanpanya.
|
Ranukumbolo |
|
Ranukumbolo |
|
Ranukumbolo |
24
Desember 2018, Kalimati. Hujan masih mengguyur hingga melewati tengah malam.
Padahal, di jadwal harusnya kami mulai summit
pukul 11 malam. Disitu, aku sudah pasrah, sudah rela jika memang tidak diberi
kesempatan untuk summit karena cuaca
yang tidak mendukung. Toh kami juga tidak boleh memaksakan diri, mempertaruhkan
keselamatan kami. Sudah sampai Kalimati saja, aku sudah senang. Sudah berjalan
sejauh ini dari rumah. Pukul setengah 3 pagi, hujan berhenti. Teman pendaki
lain, melihat bahwa Mahameru terlihat, itu artinya di atas sana tidak badai dan
kami bisa mendaki! ah .. aku tak percaya. Bergegas kami melakukan persiapan
untuk summit attack! headlamp, sarung
tangan, jaket, buff, tracking pole, gaiters dan cemilan yang
sudah kusiapkan di tas kecil malam sebelumnya. Sebelum memulai pendakian, kami
diharuskan makan terlebih dahulu. Setelah selesai, dengan mengucap bismillah dan memeluk Dwi yang tinggal
di Kalimati pukul 3.20 kami memulai pendakian. Momen ini adalah momen paling emosional
untukku. Takut, senang, haru, sedih. Aku hanya berjalan sendirian di track pasir. Tanpa sahabat-sahabat yang
dulu memiliki mimpi yang sama. Dwi yang tinggal di Kalimati .. Nuansa yang
sudah terlebih dahulu ...
Aku
takut. Aku takut ketinggian, tapi di sana, tidak ada yang bisa kuandalkan
selain diri sendiri. aku menguatkan diri. Doa tanpa henti, tekad yang bulat,
janji yang harus dipenuhi yang membuatku bisa melakukan ini semua.
Alhamdulillah
pukul 07.00 pagi, aku menapakkan kakiku di Mahameru, tempat yang kuimpikan
selama 8 tahun. Syukur alhamdulillah ...
Hai impian 8
tahun lalu
Impianmu kini
sudah tercapai
Alhamdulillah
Putri, Mahameru
24 Desemeber 2018
07.00 WIB
|
Mahameru, 3676 mdpl |
Yang
bisa kuambil dari ini semua adalah, persahabatan yang tulus, tidak usah takut bermimpi,
selama kita masih mempunyai tekad dan keyakinan bahwa kita bisa mewujudkan
mimpi itu, walaupun entah kapan waktunya.
|
1) Oro-oro Ombo 2) Bersama Mas Dhopan, Guide sekaligus Porter 3) Teman baru Tigadewa |
|
1) Jambangan 2) Kalimati 3) Jambangan 4) Cemoro Kandang |
|
1) Mahameru 2) Gapura Pendakian Semeru 3) Tigadewa Team |
|
Tigadewa Adventure |
|
Mahameru, 3676 mdpl |
|
Tanjakan Cinta |
|
Oro-oro Ombo |