Original written by Nuansa Bayu Segara
CIREMAI, HALAMAN RUMAH KAMI
Kota
Cirebon memiliki landscape yang cukup bervariasi dan menawan. Landscape yang
sangat menjadi perhatian di sekitar wilayah Kota Cirebon adalah menjulangnya
gunung tertinggi di Jawa Barat, Ciremai. Gunung ini menjulang gagah, berdiri mengangkasa
seperti pemeran tunggal dalam landscape yang tampak di selatan Kota Cirebon.
Ketinggian gunung ini mencapai 3078 mdpl sehingga ketika dilihat dari pesisir
utara Pulau Jawa yang relatif landai seperti Kota Cirebon, menjadi tampak seperti
raksasa besar yang sedang tertidur. Keindahan Gunung Ciremai tidak hanya karena
tingginya saja, melainkan lekukan ornamen-ornamen seni alam yang luar biasa
ditambah dengan vegetasi hutan hujan tropis yang menyelimuti sekeliling
lerengnya. Meskipun sangat jelas terlihat dari wilayah Kota Cirebon, secara
administrasi gunung ini masuk kedalam wilayah Kab. Kuningan dan Kab.
Majalengka.
Gunung
Ciremai termasuk gunungapi vulkanik dengan tipe strato, secara geologi gunung
ini terbentuk karena adanya tumbukan lempeng teknonik yang terjadi di selatan
Pulau Jawa. Gunung Ciremai terlihat memberi kedamaian bagi yang melihatnya, namun
sebenarnya gunung ini masih menyimpan bahaya yang luar biasa karena Ciremai
merupakan gunungapi aktif yang suatu saat siap meletus. Masyarakat di sekitar
Gunung Ciremai mungkin masih terhanyut dengan keberkahan yang diberikan Ciremai
pada mereka, namun keberkahan yang diberikan Tuhan melalui Gunung Ciremai itu
harus tetap diiringi rasa kesiapsiagaan terhadap bencana gunung meletus.
Pada
tahun 2002 Gunung Ciremai dipertegas status hukumnya dengan dijadikannya gunung
ini sebagai Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC). Hal ini dilakukan untuk
melindungi variasi flora dan fauna yang sangat bervariasi disekitar wilayah
gunung ini, dan menjaga fungsi alami Gunung Ciremai bagi keseimbangan alam di
wilayah sekitarnya. Status sebagai TNGC ini mengubah pengelolaan Gunung Ciremai
yang tadinya tidak teratur menjadi teratur dengan Perhutani bermitra dengan
masyarakat.
Kemenarikan
Gunung Ciremai tidak hanya dilihat dari sisi alamiah saja, namun satu sisi non
alamiah, tidak bisa lepas dari keberadaan gunung ini. Beberapa mitos mengiringi
gunung Ciremai, dalam babad Cirebon diceritakan bahwa Wali Songo yang
menyebarkan agama islam di Pulau Jawa beberapa kali mengadakan rapat di puncak
Gunung Ciremai, tentu disana diceritakan bahwa Wali Songo tiba di puncak gunung
tidak mendaki, melainkan dengan cara-cara yang luar biasa, seperti terbang atau
sekejab sudah langsung berada disana.
Gunung
Ciremai sudah sangat sering didaki, seringkali pendakian di Gunung Ciremai
menelan korban jiwa. Pendaki yang meninggal saat pendakian sangat sering
terjadi, dan pendaki yang hilang saat melakukan pendakian sudah beberapa kali
terjadi, bahkan pesawat latih yang jatuh di sekitar lereng Gunung Ciremai
sampai saat ini belum ditemukan bangkainya. Sebenarnya mendaki Gunung Ciremai
tidak boleh dianggap remeh, memang dalam keadaan cuaca yang cerah pendakian
dapat dilakukan satu hari, namun cuaca yang cepat berubah-ubah diatas gunung
dapat menjadi masalah ketika persiapan yang dilakukan tidak matang dan
melalaikan unsur-unsur keselamatan. Pendakian ke Gunung Ciremai dapat melalui tiga
jalur pendakian, Linggarjati dan Palutungan dari Kab. Kuningan dan Apuy dari
Kab. Majalengka. Saya dan istri berkesempatan mendaki dari jalur Palutungan
didampingi empat orang mahasiswa.
Cirebon-Palutungan
Perjalanan dari
Cirebon ke Palutungan dapat ditempuh dengan berbagai cara, untuk pendaki dari
Jakarta yang turun di Stasiun Kejaksan dapat menggunakan taksi gelap yang
langsung menuju palutungan tentu dengan ongkos yang lumayan tinggi. Jika ingin
menggunakan anggutan umum maka dimulai di terminal harjamukti dengan
menggunakan Elf jurusan Cirebon-Cikijing yang ditempuh dengan waktu 1 jam turun
di pemandian Cigugur. Setelah itu dilanjutkan dengan angkutan pedesaan yang
berwarna putih Jurusan Desa Cisantana Kampung Palutungan. Setelah itu
dilanjutkan dengan melapor kepada pihak TNGC di Resort Cigugur dan membayar
administrasi asuransi. Kami sendiri menggunakan sepeda motor untuk mencapai
resort Cigugur dan menitipkan kendaraan kami pada petugas resort tersebut yang
bernama Pak Nana.
Palutungan-Cigowong
Perjalanan
dilanjutkan menuju pos Cigowong, untuk menuju pos ini yang pertama dilalui
adalah pemukiman warga dengan jalanan aspal yang cukup menanjak, selanjutnya
akan dijumpai beberapa kandang sapi warga sebelum memasuki perkebunan
sayur-sayuran. Setelah melewati perkebunan pendaki akan disambut oleh pos
selamat datang di sisi hutan pinus. Selepas pos selamat datang pendaki akan
melewati dua blok hutan pinus yang dikelola oleh perhutani dengan jalan yang
relatif landai diselingi beberapa tanjakan. Setelah melalui hutan pinus pendaki
akan menjumpai vegetasi ilalang yang cukup tinggi dan diselingi beberapa
wilayah bervegetasi sejenis petai cina yang lebat. Setelah vegetasi ilalang dilalui,
pendaki akan menjumpai vegetasi pisang yang cukup banyak, lalu disambut dengan
hutan hujan tropis yang belum begitu lebat. Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai
Cigowong sekitar 2 jam. Pos Cigowong menyediakan gazebo dan toilet dengan air
yang melimpah. Pos ini sangat kondusif untuk dijadikan tempat camping sebelum
melanjutkan perjalanan. Kalau pendakian dimulai selepas dzuhur dari palutungan,
disarankan agar bermalam di pos ini karena disinilah pendaki bisa mendapatkan
air terakhir sebelum menuju puncak. Malam di Cigowong tidak dilalui begitu
saja, cuaca yang buruk akan membuat udara di pos ini sangat dingin, sehingga
jika ingin kenyamanan saat tidur dibutuhkan sleeping
bag dan jaket yang tebal.
Cigowong-Arban
Pagi
sekali kami bersiap menuju pos selanjutnya, packing dan menyiapkan sarapan kami
lakukan dengan cepat. Kami menyiapkan dua kompan dan 6 botol air saku untuk
perjalanan selanjutnya. Selepas pos cigowong pendaki akan melewati sungai yang
jernih dengan air melimpah, selanjutnya perjalanan akan melewati hutan hujan
tropis yang gelap dan diselingi dengan kabut yang kadang turun menghampiri
kami. Pos bayangan yang dilalui cukup banyak, karena jalanan yang disediakan
sangat terjal sehingga terkadang perlu menggunakan tangan-tangan kita untuk
memegang akar pohon untuk mendaki. Pos terdekat dengan Cigowong adalah Kuta,
selepas kuta kita dapat melihat beberapa burung yang hinggap di pepohonan.
Amper adalah pos bayangan selanjutnya, selepas Amper kita mendengar suara
burung hantu yang mengiringi langkah kaki, selanjutnya pos Pangguyangan Badak,
dalam perjalanan dari pos ini menuju arban kami sempat melihat beberapa jejak
babi hutan, vegetasi selama perjalanan berupa semak belukar yang lebat tentu
dibawah hutan hujan yang sangat basar dan lembab. Perjalanan menuju Arban
sangat terjal, waktu yang dibutuhkan untuk sampai ke Pos ini sekitar 3 jam.
Arban-Pasanggrahan
Setelah
Arban perjalanan dilanjutkan dengan berpengangan pada akar-akar pohon karena
tangga alami yang terbuat dari rangakaian akar pohon itu semakin tinggi. Tidak
jarang kabut menyelimuti pandangan, namun selama masih jalalan terlihat,
perjalanan kami teruskan. Sebelum Pasanggrahan kami menemukan beberapa pos,
salah satunya Tanjakan Asoy. Selepas Tanjakan Asoy track yang dilalui sangat
terjal hampir tanpa bonus, setelah tanjakan asoy pos peristirahatan selanjutnya
Kabuyutan. Vegetasi yang dilewati sepanjang jalan pos ini relatif sama, hutan
hujan tropis yang lebat dengan pohon-pohon besar yang diselimuti oleh
lumut-lumut yang lembab, sinar matahari dapat dikatakan tidak menembus sampai
ke tanah. Setelah menelusuri jalan setapak yang terjal selama 1,5 jam, kami
tiba di Pasanggrahan. Tepat tiba di Pasanggrahan waktu menunujukan waktu makan
siang, sehingga kami mempersiapkan makan siang lalu melanjutkan perjalanan.
Pasanggrahan-Sanghiang Ropoh
Selepas
Pasanggrahan perjalanan kami lanjutkan dengan track yang relatif sama, terjal.
Sekitar 1 jam perjalanan, kami menjumpai vegetasi yang mulai berbeda, hutan
yang tampak di mata kami adalah hutan yang di isi oleh pepohonan berdaun jarum.
Pepohonan yang menghiasi jalur ini memiliki ukuran yang besar, keindahan
pepohonan ini diikuti dengan derap langkah kami dan hembusan angin yang
diselimuti kabut dingin. Tidak jarang tumbuhan arbei kami temukan, rasanya
asam, karena memang jarang sekali kami temukan buah arbei yang sudah
benar-benar matang. Sesampainya di Sanghiyang Ropoh kami melihat suasana yang
sangat berbeda, dengan ketinggian diatas 2500 mdpl vegetasi yang nampak
memiliki karakter yang khas, sesuai dengan pembagian iklim Jung Hun yang
membagi iklim dan vegetasi berdasarkan ketinggian, tumbuhan yang kami temui di
ketinggian ini adalah tumbuhan paku termasuk bunga abadi Edelweis.
Sanghiyang Ropoh-Gua Walet
Track
yang dilalui selepas Sanghiyang Ropoh sangat berbeda, vegetasi yang didominasi
tumbuhan paku membuat matahari bebas masuk, dan pelapukan tanah di area ini
tidak terjadi, sehingga track yang dilalui berupa rentetan batuan beku
vulkanik. Jalanan yang dilalui sangat terjal, sehingga perlu kehati-hatian dari
pendaki terutama yang membawa beban cukup berat, karena keseimbangan harus
terus diperhatikan, dapat dikatakan untuk melalui track ini kami memanjat batu.
Sebenarnya jarak yang dibutuhkan untuk sampai ke Gua Walet tidaklah jauh, namun
karena medan yang sangat berat, pendakian membutuhkan waktu yang sangat lama.
Setelah 30 menit kami mendaki track berbatu yang terjal itu, hujan turun cukup
deras, sehingga memaksa kami untuk berteduh dengan mendirikan tenda secepat
kami bisa. Ketinggian yang cukup tinggi dengan cuaca yang buruk membuat udara
yang kami rasakan sangat dingin, sehingga kami memutuskan memasak air dalam
tenda. Setelah beberapa saat kami berteduh hujan pun berhenti. Cuaca di puncak
gunung memang sangat cepat sekali berubah, hal tersebut dipengaruhi penyinaran
matahari yang membuat tekanan udara di puncak dan di lembah berubah-ubah dengan
cepat. Sehingga awan hasil evaporasi dari tumbuhan yang ada di hutan sangat
cepat terbawa angin yang dipengaruhi oleh suhu antara puncak dan lereng gunung.
Kami
bersiap-siap dengan membereskan tenda kami, begitu siap kami lanjutkan
perjalanan, matahari mulai menampakan cahayanya, kondisi seperti ini membuat kondisi
kami lebih nyaman, dan alam pun memberikan hadiah untuk kami, pelangi. Kami melihat pelangi yang
sangat indah di sebelah timur kami, perpaduan warna yang cantik dilengkapi oleh
bunga edelweis yang masih kuncup membuat kami lebih bergairah untuk sampai ke
puncak. Istriku mengatakan itu adalah pelangi terindah dan terdekat yang pernah
dia lihat, doubel rainbow. 30 puluh
menit kemudian kami tiba di persimpangan antara menuju puncak dan Gua Walet.
Akhirnya kami putuskan untuk menuju Gua Walet, karena untuk sampai langsung
menuju puncak kondisi cuaca puncak yang kami amati tidak memungkinkan.
Gua
Walet merupakan gua yang terbentuk dari batuan beku dalam, gua ini diprediksi
merupakan kawah yang telah meletus dan tidak aktif lagi. Ketika musim kemarau biasanya
gua ini tidak memiliki cadangan air, namun karena kemarin malam turun hujan,
sehingga air yang tersedia di Gua Walet saat itu relatif cukup untuk pendaki
yang bermalam di sekitar Gua Walet. Malam menjelang begitu cepat, udara dingin
sangat cepat menusuk tubuh kami, namun sekali lagi alam memberikan hadiah pada
kami, hamparan bintang-bintang tampak dari lubang Gua Walet ini, ditambah
terang bulan yang membuat perpaduan khas langit malam, cerah,
berbintang-bintang dan dingin menusuk.
Puncak Ciremai 3078 mdpl
Kami bangun pagi-pagi
sekali, selain karena ingin cepat sampai menuju puncak, udara yang sangat
dingin membuat tidur kami tidak nyenyak. Setelah melakukan sholat shubuh, kami
mempersiapkan diri untuk summit attack. Perjalanan yang kami
lalui relatif lebih terjal dibandingan dengan jalur yang kemarin kami lalui,
namun karena kami tidak membawa tas keril berat kami dengan mudah melalui jalur
menuju puncak. Kurang dari 30 menit kami tiba di Puncak Ciremai, yang kami
lihat pertama kali adalah besarnya 2 kawah Ciremai yang masing mengeluarkan
asap belerang. Pemandangan yang dapat kami lihat saat itu adalah Gunung Selamet
yang ada di timur, gunung Cikurai dan guntur yang ada di selatan, serta
keindahan Waduk Darma dan Situ Sangiang yang ada di Majalengka membuat
keindahan alam yang luar biasa. Tidak begitu lama kami berada di puncak hal itu
dikarenakan udara yang sangat dingin dan hembusan angin yang sangat kencang,
setelah meminum air hangat dan memakan snack, kami putuskan kembali ke Gua
Walet.
Setiba
kami di Gua Walet kami melakukan packing seluruh peralatan, menyiapkan air saku
dan berdoa sebelum turun. Perjalanan turun relatif mudah, kami lakukan dengan
cukup cepat, namun kaki yang menahan beban tubuh plus ceriel yang kami pikul
membuat kaki kami menahan beban lebih berat saat mendaki ke puncak. Sekitar 7
jam perjalanan turun kami lakukan. Sampai akhirnya di Resort Cigugur kami tiba
pukul 16.00 dan kembali melanjutkan perjalanan ke rumah masing-masing.
Ciremai
halaman rumah kami, dari jauh kami dapat pandangi Ciremai yang indah mengukir
angkasa, dari Ciremai kami dapat memenuhi kebutuhan air kami, sehingga wajib
kita jaga kelestarian hutan hujan tropisnya dan semua fauna yang ada disana.
TNGC, harus terus dijaga keasriannya karena itu halaman rumah kami.