Jumat, 25 Januari 2019

Hallo, Mahameru


Oleh : Putri Jennia Fasa, @putrijennia (Instagram)

Keinginan untuk mendaki Semeru sudah ada sejak tahun 2010. Tapi, Allah baru menjodohkan dan mengabulkan keinginanku, akhir 2018 kemarin. Tepatnya, 24 Desember 2018 aku berhasil menapakkan kaki di Mahameru, puncak tertinggi Pulau Jawa itu.
Setelah melewati beberapa kegagalan. Seharusnya, mimpi itu diwujudkan bersama sahabat-sahabatku dulu yang memiliki mimpi sama. Tapi ternyata kami tidak berjodoh bersama. Baru Nuansa, aku dan Dwi yang berkesempatan sampai ke Semeru.

Kemana saja selama 8 tahun penantian? Ada. Kami menjalani kehidupan normal yang seharusnya. Menata masa depan, sambil tetap menjaga mimpi kami untuk mendaki Semeru. Aku percaya, bahwa suatu saat aku bisa mewujudkan mimpi itu. Walaupun dalam perjalanannya, semangat mewujudkan mimpi ini mengalami pasang surut. Ketika semangat menurun, aku kembali mengingat perjuangan tahun 2010 ketika semangat menggebu untuk pergi ke Semeru. Aku kebut skripsiku, demi bisa pergi ke Semeru. Semeru, adalah penyemangat utamaku saat itu. Masih ingat rasanya, tengah malam aku mengerjakan bab 4 skripsi, ditemani hanya satu lagu yang puluhan kali berputar. Mahameru – Dewa 19.

Sekeras apapun kamu berusaha, serapi apapun kamu berencana, jika Allah belum memgijinkan, maka itu semua tidak akan terjadi. Padahal, izin orang tua sudah kudapat saat itu. Itinerary perjalanan, sudah tersusun saat itu bersama sahabat-sahabatku. Aku dan Dwi, terlambat sidang skripsi satu minggu. Itu berimbas pada jadwal pendakian Gunung Semeru. Gunung Semeru keburu tutup. Ah ... jangan tanyakan lagi perasaan kami saat itu. Tidak karuan rasanya.

“ketika mimpimu, yang begitu indah, tak pernah terwujud ... ya sudahlah”

Lagunya Bondan Prakoso yang saat itu memang sedang hits, menggeser playlist lagu mahameruku.

Mahameru ga akan kemana ....

Hanya itu kalimat penghibur kami dulu.

***



12 januari 2013 aku dan Nuansa, menikah. Nuansa adalah salah satu sahabatku yang memiliki keinginan sama untuk mendaki Gunung Semeru, juga pasukan gagal tahun 2010 lalu. Dia teman satu kelas kuliahku dulu. Entah mengapa aku bisa berjodoh dengan dia, sebelumnya tidak terpikirkan sama sekali. Kita baru suka-sukaan justru setelah lulus kuliah hehe.
Saat itu impian ke Semeru belum bisa diwujudkan juga. Entah waktunya belum ada, atau rejekinya yang belum menghampiri. Untuk mengobati kerinduan, Juni 2013 aku dan Nuansa mendaki Gunung Ceremai, yang relatif dekat dengan rumah kami, di Cirebon.

Kemudian, 8 Januari 2014 aku, Nuansa, Dwi dan Taufik, pasukan Semeru gagal tahun 2010, kembali merencanakan pendakian ke Gunung Semeru. Semuanya sudah dipersiapkan, tidak berbeda dengan persiapan sewaktu tahun 2010 lalu. Unfortunately, 5 Januari 2014 Gunung Semeru ditutup. Kembali kami kubur impian untuk mendaki Semeru.
Semenjak itu, sepertinya keinginan Taufik untuk mendaki Semeru sudah mulai surut. Menyusul Ganjar, Ilyas, Uji dan Abie sahabat kami lainnya, pasukan Semeru gagal 2010 yang sudah surut dari semenjak kegagalan di 2010. Entahlah, dengan mereka kami sudah tidak membahas tentang Semeru lagi.
Tinggal aku, Nuansa dan Dwi yang masih menggebu ingin ke Semeru. Keinginan ini, bukan karena film 5 cm yang sempat hits itu. Keinginan ini sudah ada sejak 2010, sedangkan film 5 cm, baru tayang di tahun 2012. Didasarkan karena kami sangat suka alam. Apalagi, latar belakang kami adalah geografi yang sudah tidak asing dengan lapangan. Di tahun 2010 itu, kami menemukan novel 5 cm, makin menggebu lah keinginan kami untuk mendaki Semeru.

Setelah gagal berangkat di tahun 2014, kami tidak pernah merencanakan lagi untuk pergi ke Semeru bersama. Apalagi kesibukan ini itu, yang untuk bertemu satu sama lain pun, susah sekali rasanya.

Sampai tiba Agustus 2018 kemarin. Nuansa menyelesaikan pendidikan S3 nya tepat waktu. Setelah melalui perjuangan-perjuangan melelahkan. Sebelumnya, kutawari dia untuk sejenak merefresh otak, pergi sendiri, naik gunung mana saja yang dia mau kecuali Semeru. Ya, kecuali Semeru. Rasanya, iri kalu dia sampai naik Semeru sendirian. Karena itu rencana kami bersama. Akhirnya dia memutuskan untuk mendaki gunung Rinjani. Semua sudah direncanakan sedemikian rupa. Sematang mungkin, hingga pada akhirnya ada kabar kalau Gunung Rinjani terkena dampak gempa bumi. Semua jalur Rinjani rusak. Gunung Rinjani ditutup sampai batas waktu yang belum ditentukan. Nuansa sangat kecewa, gawat, dia belum melalui sidang terbuka. Jangan sampai konsentrasinya buyar gara-gara ini.

Tiba-tiba, rasa rela dan ikhlas datang begitu saja. Tanpa tanya, tanpa mengapa. Kusarankan Nuansa untuk mendaki Gunung Semeru saja. Kenapa Semeru?! Karena aku tahu dia sangat ingin, tetapi masih menimbang perasaanku. Tak apa. Siapa saja yang berkesempatan lebih dahulu, silahkan pergi.

6 September 2018, Nuansa mendaki Gunung Semeru. Satu-satu impiannya tercapai. Lalu, apa timbal balik untukku? Ya Gunung Semeru juga. Setelah sebelumnya diskusi panjang mencari tanggal yang tepat, akhirnya 22 Desember 2018, semeru untukku. Aku sangat senang walaupun saat itu baru awal September, menunggu sampai akhir Desember bukanlah perkara yang sulit jika dibandingkan dengan 8 tahun menanti kesempatan untuk bisa mewujudkan mimpi.

***



22 – 25 Desember 2018 akhirnya aku mendaki Gunung Semeru. Bersama Dwi, sahabatku yang masih menggenggam mimpi selama itu untuk mendaki Gunung Semeru. Penantian lama akhirnya terwujud. Jangan tanyakan perasaanku saat itu. Aku sangat senang sekaligus sedih karena untuk pertama kalinya aku meninggalkan anakku yang berusia 4 tahun, selama itu dan sejauh itu. Aku seorang ibu rumah tangga, ibu yang 24 jam selalu bersama anaknya. Sebelumnya, aku tidak pernah menitipkan anakku pada siapapun, apalagi untuk hal yang sifatnya tidak urgent. Tapi untuk kali ini, dengan dorongan dan semangat dari Nuansa suamiku, yang meyakinkan aku untuk semangat memperjuangkan mimpi, aku ikhlas menitipkan anakku yang tak pernah aku tinggalkan sedetik pun. Aku titipkan pada ayahnya, aku percayakan semua pada ayahnya.


Stasiun Cirebon Prujakan


22 Desember 2018, jam 8 pagi di Stasiun Malang adalah meeting point tim Tigadewa Adventure. Tim Opentrip yang kami ikuti untuk pendakian Semeru ini. Bertemu dengan pendaki lainnya dari berbagai daerah. Aku senang, rasanya sudah lama sekali tidak bertemu dengan orang-orang baru. Dari stasiun Malang kami menuju Basecamp di daerah Poncokusumo dengan menggunakan angkot. Di Basecamp, kami bersih-bersih, makan lalu packing ulang sebelum berangkat menuju Ranupani. Sekitar pukul 14.00 kami tiba di Ranupani, menunggu tim mengurus simaksi, lalu ikut briefing. Pukul 15.30 kami memulai pendakian menuju Ranukumbolo. Agak kaget ketika track pendakian menanjak terus, lumayan kerepotan. Apalagi saat itu ditemani hujan yang rintik-rintik tapi cukup membasahi. Ditambah Dwi, sangat ingin buang air kecil sedangkan di track saat itu tidak ada tempat yang memungkinkan. Alhasil, Dwi menahan buang air kecil sampai dia merasa kesakitan. Untung, ada teman pendaki lain yang menawarkan bantuan, dibukanya flysheet miliknya, untuk menutupi tempat agar Dwi bisa buang air kecil. Alhamdulillah ... masih ada orang baik yang rela membantu, tak masalah walaupun dia laki-laki.


area Bromo


Drama perjalanan antara aku dan Dwi ada di sini, antara Ranupani – Ranukumbolo. Pada akhirnya, para pendaki berjalan terpisah-pisah walaupun awalnya kami jalan bersama. Kecepatan jalan, lamanya istirahat dan banyaknya poto yang diambil mempengaruhi itu semua. Aku dan Dwi jalan berdua. Jarak antara pendaki yang berada di depan dan di belakang kami cukup jauh. Saat itu hari sudah mulai gelap, hujan yang sedari tadi bukannya berhenti malah semakin deras. Sepanjang perjalanan itu kami banyak berdoa, semoga kami tidak bertemu macan. Rasanya perjalanan ini panjang sekali. Celana dan sepatu kami sudah basah kuyup. Jas hujan hanya menutupi bagian atas tubuh kami. Bagaimanapun kami berusaha agar sepatu kami tidak basah, pada akhirnya tetap basah karena hujan semakin deras, ditambah banyak kubangan air yang tak sengaja kami injak karena gelap tak terlihat. Saat itu, Dwi mulai pusing, pucat, banyak berhenti, perutnya sakit akibat menahan buang air kecil tadi. Aku takut, jika Dwi pingsan di sini, aku tak bisa berbuat apa-apa. Yang bisa kulakukan saat itu adalah terus menyemangati Dwi agar kuat, memintanya untuk tetap fokus karena berkali-kali aku panggil nama dia, tak kunjung ada jawaban. Tak sekali dua kali aku mengingatkannya agar menyahut jika kupanggil dengan suara tinggi. Bukan apa-apa, aku takut Dwi pingsan saat itu. Sebelum pos 3, kami mendengar suara seperti ada yang terperosok tapi keras sekali. Kaget bukan main, entah kenapa kami yakin, itu adalah macan. Dengan keadaan kedinginan, lapar, kelelahan kami memaksakan diri bergegas agar cepat bertemu dengan pendaki lainnya.
Akhirnya kami sampai di pos 3, di sana banyak sekali pendaki yang beristirahat dan berhenti karena hujan semakin deras. Ada pendaki yang terkena hipotermia di sana. Dwi tersadar ternyata masih ada yang lebih parah dari dia. Dari situ dia lebih bersemangat meneruskan perjalanan. Kami tidak ingin berjalan hanya berdua lagi, kami meminta Mas Bendot, guide sekaligus porter untuk tetap berjalan bersama kami. Satu jam kemudian, kami sampai di Ranukumbolo, waktu sudah menunjukkan pukul 9 malam.



Ranukumbolo

23 Desember 2018, Ranukumbolo. Kami baru bisa menikmati keindahan Ranukumbolo di pagi hari, karena semalam memang tidak terlihat apa-apa, ditambah hujan deras, kami langsung masuk tenda, makan lalu tidur. Pagi hari aku dan Dwi menyusuri tepi kiri Ranukumbolo, mengambil beberapa poto, menikmati udaranya dan masih tidak percaya pagi ini kami baik-baik saja berada di tempat yang selama ini kami impikan. Pukul 10 pagi, kami berangkat menuju Kalimati. Track kali ini santai menurutku jika dibandingkan perjalanan semalam yang menegangkan. Kita hanya dikagetkan dengan Tanjakan Cinta untuk keluar dari Ranukumbolo menuju Oro-oro Ombo. Pukul 3 sore aku dan Dwi sampai di Kalimati. Seharusnya, kita bisa sampai pukul 2, tapi karena kita berjalan lambat, dan lagi karena Dwi makin merasakan sakit pada perutnya. Aku mengkhawatirkan Dwi. Dwi sepertinya paham kegelisahanku. Di Jambangan, Dwi bilang padakau seandainya dia tidak bisa ikut summit nanti dini hari, aku harus tetap summit. Aku bingung. Bukan ini yang kumau, aku ingin summit bersama Dwi. Apa nanti kata teman-teman yang lain jika tahu aku memaksakan summit sendiri? Apa aku egois?. Dwi menenangkanku. Akhirnya, dia memutuskan untuk tetap tinggal di Kalimati, tidak ikut summit. Aku bukannya tidak melakukan apa-apa. Menyemangati Dwi sudah kulakukan, agar dia bisa menguatkan diri. Tapi kami juga tidak ingin memaksakan diri, tidak akan mengambil resiko yang akan membahayakan diri. Dengan lapang dada, jiwa besar, Dwi tetap mendorong dan menyemangatiku untuk lanjut menuju Mahameru, walaupun tanpanya.

Ranukumbolo

Ranukumbolo

Ranukumbolo

24 Desember 2018, Kalimati. Hujan masih mengguyur hingga melewati tengah malam. Padahal, di jadwal harusnya kami mulai summit pukul 11 malam. Disitu, aku sudah pasrah, sudah rela jika memang tidak diberi kesempatan untuk summit karena cuaca yang tidak mendukung. Toh kami juga tidak boleh memaksakan diri, mempertaruhkan keselamatan kami. Sudah sampai Kalimati saja, aku sudah senang. Sudah berjalan sejauh ini dari rumah. Pukul setengah 3 pagi, hujan berhenti. Teman pendaki lain, melihat bahwa Mahameru terlihat, itu artinya di atas sana tidak badai dan kami bisa mendaki! ah .. aku tak percaya. Bergegas kami melakukan persiapan untuk summit attack! headlamp, sarung tangan, jaket, buff, tracking pole, gaiters dan cemilan yang sudah kusiapkan di tas kecil malam sebelumnya. Sebelum memulai pendakian, kami diharuskan makan terlebih dahulu. Setelah selesai, dengan mengucap bismillah dan memeluk Dwi yang tinggal di Kalimati pukul 3.20 kami memulai pendakian. Momen ini adalah momen paling emosional untukku. Takut, senang, haru, sedih. Aku hanya berjalan sendirian di track pasir. Tanpa sahabat-sahabat yang dulu memiliki mimpi yang sama. Dwi yang tinggal di Kalimati .. Nuansa yang sudah terlebih dahulu ...
Aku takut. Aku takut ketinggian, tapi di sana, tidak ada yang bisa kuandalkan selain diri sendiri. aku menguatkan diri. Doa tanpa henti, tekad yang bulat, janji yang harus dipenuhi yang membuatku bisa melakukan ini semua.
Alhamdulillah pukul 07.00 pagi, aku menapakkan kakiku di Mahameru, tempat yang kuimpikan selama 8 tahun. Syukur alhamdulillah ...

Hai impian 8 tahun lalu
Impianmu kini sudah tercapai
Alhamdulillah

Putri, Mahameru 24 Desemeber 2018
07.00 WIB

Mahameru, 3676 mdpl

Yang bisa kuambil dari ini semua adalah, persahabatan yang tulus, tidak usah takut bermimpi, selama kita masih mempunyai tekad dan keyakinan bahwa kita bisa mewujudkan mimpi itu, walaupun entah kapan waktunya.

1) Oro-oro Ombo 2) Bersama Mas Dhopan, Guide sekaligus Porter 3) Teman baru Tigadewa

1) Jambangan 2) Kalimati 3) Jambangan 4) Cemoro Kandang

1) Mahameru 2) Gapura Pendakian Semeru 3) Tigadewa Team

Tigadewa Adventure

Mahameru, 3676 mdpl

Tanjakan Cinta

Oro-oro Ombo